Ki Anom Suroto adalah seorang dalang
Wayang Kulit Purwa. Ia mulai terkenal sebagai dalang sejak sekitar
tahun 1975-an. Ia lahir di Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu
Legi 11 Agustus 1948. Ilmu pedalangan dipelajarinya sejak umur 12 tahun
dari ayahnya sendiri, Ki Sadiyun Harjadarsana. Selain itu secara langsung dan tak langsung ia banyak belajar dari Ki Nartasabdo dan beberapa dalang senior lainnya.
Dalang laris itu juga pernah belajar di Kursus Pedalangan yang
diselenggarakan Himpunan Budaya Surakarta (HBS), belajar secara tidak
langsung dari Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton
Surakarta, bahkan pernah juga belajar di Habiranda, Yogyakarta. Saat
belajar di Habiranda ia menggunakan nama samaran Margono.
Pada tahun 1968, Anom Suroto sudah tampil di RRI (Radio Republik
Indonesia), setelah melalui seleksi ketat. Tahun 1978 ia diangkat
sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan nama Mas Ngabehi Lebdocarito.
Tahun 1995 ia memperolah Satya Lencana Kebudayaan RI dari Pemerintah
RI.
Ki H. Anom Suroto selain aktif mendalang, ia juga giat membina
pedalangan dengan membimbing dalang-dalang yang lebih muda, baik dari
daerahnya maupun dari daerah lain. Secara berkala, ia mengadakan semacam
forum kritik pedalangan dalam bentuk sarasehan dan pentas pedalangan di
rumahnya Jl. Notodiningratan 100, Surakarta. Acara itu diadakan setiap
hari Rabu Legi, sesuai dengan hari kelahirannya, sehingga akhirnya
dinamakan Rebo Legen. Acara Rebo Legen selain ajang silaturahmi para
seniman pedalangan, acara itu juga digunakan secara positif oleh seniman
dalang untuk saling bertukar pengalaman. Acara itu kini tetap berlanjut
di kediamannya di Kebon Seni Timasan, Pajang, Sukoharjo. Di Kebon seni
itu berdiri megah bangunan Joglo yang begitu megah dalam area kebon
seluas 5000 M2.
Hingga akhir abad ke-20 ini, Anom Suroto adalah satu-satunya yang
pernah mendalang di lima benua, antara lain di Amerika Serikat pada
tahun 1991, dalam rangka pameran KIAS (Kebudayaan Indonesia di AS). Ia
pernah juga mendalang di Jepang, Spanyol, Jerman Barat (waktu itu),
Australia, dan banyak negara lainnya. Khusus untuk menambah wasasan
pedalangan me-ngenai dewa-dewa, Dr. Soedjarwo, Ketua Umum Sena Wangi,
pernah mengirim Ki Anom Suroto ke India, Nepal, Thailand, Mesir, dan
Yunani.
Di sela kesibukannya mendalang Anom Suroto juga menciptakan beberapa
gending Jawa, di antaranya Mas Sopir, Berseri, Satria Bhayangkara, ABRI
Rakyat Trus Manunggal, Nyengkuyung pembangunan, Nandur ngunduh, Salisir
dll. Dalang yang rata-rata pentas 10 kali tiap bulan ini, juga
menciptakan sanggit lakon sendiri antara lain Semar mbangun Kahyangan,
Anoman Maneges, Wahyu Tejamaya, Wahyu Kembar dll.
Bagi Anom Suroto tiada kebahagiaan yang paling tinggi kecuali bisa
membuat membuat senang penontonnya, menghibur rakyat banyak dan bisa
melestarikan kesenian klasik.
Anom Suroto pernah mencoba merintis Koperasi Dalang ‘Amarta’ yang
bergerak di bidang simpan pinjam dan penjualan alat perlengkapan
pergelaran wayang. Selain itu, dalang yang telah menunaikan ibadah haji
ini, menjadi pemrakarsa pendirian Yayasan Sesaji Dalang, yang salah satu
tujuannya adalah membantu para seniman, khususnya yang berkaitan dengan
pedalangan.
Dalam organisasi pedalangan, Anom Suroto menjabat sebagai Ketua III Pengurus Pusat PEPADI, untuk periode 1996 – 2001.
Pada tahun 1993, dalam Angket Wayang yang diselenggarakan dalam
rangka Pekan Wayang Indonesia VI-1993, Anom Suroto terpilih sebagai
dalang kesayangan.
Anom Suroto yang pernah mendapat anugerah nama Lebdocarito dari Keraton Surakarta, pada 1997 diangkat sebagai Bupati Sepuh dengan nama baru Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar