Penulis sebaliknya justru mendukung keotoriteran SBY sejauh ia kembali teguh memegang nilai-nilai yang sekarang mungkin telah kita anggap basi, kedaluwarsa, dan tidak ”seksi”: Pancasila. Tanpa keteguhan SBY kepada Pancasila, dasar negara yang kini tidak saja kita anggap kedaluwarsa tetapi malah kita tertawakan, totalitas dukungan kepada SBY sesungguhnya justru menjadi perangkap
SBY
diperosokkan menjadi tumbal kehancuran Nusantara. Dasar pikiran kaum
penjebak masuk akal. Negeri ini memang harus dibiarkan hancur lebih
dahulu untuk bangkit dan jaya memasuki babak baru Nusantara setelah
tahun 2012.
Titik jumpa
Jalur
ilmiah dan nirilmiah seakan mencapai titik jumpa dalam menjelaskan
kebangkitan Nusantara itu. Buku Prof Arysio Nunes dos Santos, Atlantis:
The Lost Continent Finally Found (2005), menunjukkan bahwa kerajaan
Atlantik yang pernah berjaya dan sampai sekarang masih misterius bisa
jadi tempatnya tidak di mana-mana, melainkan, ya, Nusantara ini. Temuan
pakar asal Amerika Latin itu seakan memperkukuh studi selama kurang
lebih 30 tahun Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya.
Antropologiman
Perancis itu menggarisbawahi lebih rinci dan meyakinkan suatu hal yang
sebenarnya sama-sama kita sudah tahu sejak di bangku sekolah. Yaitu,
tentang betapa istimewa kedudukan Nusantara dulu
maupun—seharusnya—nanti. Lalu, para sejarawan banyak yang bilang bahwa
setiap tempat punya periode atau siklus sejarahnya sendiri. Nusantara
menurut mereka berperiode 700 tahunan.
Seputar
tahun 2012 adalah 700 tahun setelah jaya Majapahit dan dua kali 700
tahun setelah jaya Sriwijaya. Rekan-rekan dari dunia paranormal sudah
banyak berkasak-kusuk: rentang 2012 ke 2016 adalah tahun-tahun yang
patut diramalkan sebagai pemunculan kembali Sabdo Palon- Noyo Genggong.
Dalam ramalan Jayabaya disebutkan bahwa sirna Sabdo Palon-Noyo Genggong
akan menandai runtuh Majapahit dan kelak Nusantara meraih jayanya
kembali sekembali pasangan misterius Sabdo Palon- Noyo Genggong.
”Kalatida” dan ”Kalabendu”
Titik
temu jalur ilmiah dan nirilmiah itu bisa dipadukan juga dengan dasar
pikiran ramalan Ronggowarsito. Pujangga keraton Surakarta ini membuat
siklus tiga zaman. Urutan ketiga adalah zaman kekacauan pribadi,
Kalatida, zaman kekacauan pribadi yang memuncak menjadi kekacauan
kolektif, Kalabendu, lalu ketenteraman, Kalasuba. Algoritmanya cocok
dengan prinsip chaos dalam fisika modern, temuan 1,5 abad berikutnya.
Bahwa
chaos akan terdorong ke arah chaos lebih lanjut sampai pada akhirnya ke
puncak chaos, Kalabendu karena hanya di dalam Kalabendu-lah terkandung
energi internal mendorong keadaan kembali normal. Ekstremnya, bisa
dikatakan bahwa tak perlu campur tangan eksternal buat mengembalikan
Kalabendu kepada Kalasuba.
Mudah
dipahami ketotaliteran SBY nantinya, yang melebihi ketotaliteran
Soeharto, akan dipakai para oknum mendorong keadaan Kalatida ke
Kalabendu. Soeharto cuma memegang angkatan bersenjata dan Golkar melalui
pemilu yang terkesan tak demokratis. Bayangkan, SBY memegang angkatan
bersenjata, kepolisian, dan seluruh partai melalui pemilu yang terkesan
demokratis.
Pada
Kalabendu itu nanti akan muncul energi internal membalik sejarah kepada
seputar tahun 2012. Kalau dipas-paskan dengan ramalan suku Maya yang
pernah hidup di selatan Meksiko dan prediksi mereka mengguncang dunia
ilmiah tahun lalu, bahwa akan terjadi kebangkitan besar di dunia pada 21
Desember 2012, berarti, ya, saat itulah tampil pemimpin agung pengusung
babak baru Nusantara, babak Kalasuba.
”Kalasuba”
Dengan
dukungan mutlak dan mau tak mau berarti kekuasaan di satu tangan, SBY
sesungguhnya bisa berbalik menjebak kaum penjebak. Kaum penjebak
menjerumuskan SBY menjadi faktor akseleratif peningkatan Kalatida ke
Kalabendu. Namun, pada saat yang sama, dengan keotoriterannya, SBY dapat
”menyihir” diri sendiri menjadi energi internal pembalikan Kalabendu
menjadi Kalasuba.
Dengan
keotoriterannya, SBY bisa menjadikan diri sebagai teladan yang wajib
dicontoh dalam menafsirkan maupun melaksanakan Pancasila yang belakangan
ini telah kita anggap basi.
Pancasila
Sekadar
usul yang mungkin bisa dipertimbangkan, berikut adalah tafsir Pancasila
atas dasar Hasta Brata dari tradisi wayang, tradisi yang oleh UNESCO
telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.
Ketuhanan
Yang Maha Esa berarti seluruh warga, terutama para pemimpinnya,
lebih-lebih pemimpin puncaknya, yakni kepala negara, harus suwung.
Suwung itu zero, tetapi bukan empty. Pemimpin hanya melekat kepada
Tuhan. Ia tidak melekat kepada yang lain, termasuk pada harta benda
miliknya. Pemimpin boleh kaya dan berkuasa (berisi), tetapi tak boleh
punya kemelekatan pada harta-benda dan kekuasaan tersebut (kosong).
Kemanusiaan
yang adil dan beradab berarti manakala kemaslahatan bersama dunia
membutuhkan harta benda dan kekuasaannya, pemimpin—terutama pemimpin
tertinggi—yang telah suwung harus merelakannya. Ini bagai Prabu
Yudistira yang bahkan merelakan darah dagingnya sendiri diiris, bagaikan
Nabi Ibrahim yang bahkan merelakan anak sendiri buat disembelih.
Persatuan
Indonesia berarti pembatasan wilayah imajiner kepedulian kita terhadap
seluruh makhluk agar keanekaragaman di dunia tetap terpelihara. Tak bisa
seluruh dunia kita jadikan satu negara dan satu bangsa. Ini akan
menyalahi kodrat lima unsur sumber daya alam: materi, waktu, energi,
ruang, dan keanekaragaman.
Selanjutnya,
hanya orang- orang yang terbukti mampu menjaga keanekaragaman dunia
melalui persatuan Indonesia dalam ranah kemanusiaan atas dasar ketuhanan
itulah yang berhak memimpin musyawarah mufakat. Itulah seyogianya makna
sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Dengan
keotoriterannya, SBY nanti bisa berfatwa: tak boleh ada musyawarah apa
pun yang agendanya bukan untuk sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
SUJIWO TEJO Dalang
SUMBER http://sujiwotejo.com/index.php?option=com_content&task=view&id=201&Itemid=40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar